IT'S OKAY TO NOT BE OKAY!
Hallo! Apa kabar? 👋
Banyak keresahan dalam hatiku yang tak bisa diungkapkan oleh kata. Lelah juga untuk menjelaskan bahwa diri ini sedang tidak baik-baik saja.
Aku menemukan titik lelah itu saat aku mencoba mengisolasi diri dari kehidupan ku. Bukan menghindar tetapi hanya butuh ruang untuk sendiri walaupun hanya meratapi. Lelah rasanya terlihat baik-baik saja namun kenyataannya tidak begitu.
Pertanyaan-pertanyaan kerap kali muncul dalam otak ku untuk hanya sekedar ingin tahu. Aku salah apa? Ko hidup ku begitu? Kenapa sih kaya gak adil? Kapan ya aku bahagia? Kapan ya aku ngerasa kaya dulu? Orang-orang gasuka sama aku apa ya?
Iya pertanyaan yang jawabannya gak mesti sekarang. Belum lagi kalau bersangkutan dengan seseorang rasanya lebih rumit dari ini. Demi memenuhi pertanyaanku kerap kali aku mencari tahu yang seharusnya lebih baik jika saya tidak tahu karena realitanya akan jauh lebih menyakitkan jika ku ketahui saat ini.
Sebenarnya aku hanya ingin pulih. Pulih dari rasa cemas dan duka. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana? Ya aku tahu bahwa aku bukan satu-satunya orang yang merasakan hal seperti ini bahkan beberapa daripadanya jauh lebih tragis dari yang aku alami. Tapi kenyataannya hal buruk tetaplah hal buruk yang tidak bisa kita hindari. Pengalaman yang menyakitkan, kejadian yang melelahkan, batin yang terluka atau hati yang dikhianati adalah hal-hal yang sulit diterima otak kita.
Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Aku kerahkan energi ku dengan melakukan hal-hal positif tapi malah aku sendiri yang lelah. Bukan lelah mencoba memperbaiki namun lelah untuk merasa dikeadaan yang sama.
Tiap malam aku merenung memikirkan hal yang sama yang akupun tak tahu apa yang aku pikirkan. Terkadang pikiran ini terlalu riuh akan kamuflase pikiranku sendiri. Mungkin sebagian orang akan menyangkal bahwa ini adalah hal biasa dan memberi saran untuk lebih dekat pada Tuhan, nyatanya manusia itu makhluk yang rumit yang di dalamnya terdiri dari berjuta-juta sel dan hormon yang bila diartikan berdoa saja tidak cukup. Karena setiap doa harus dibarengi dengan usaha.
Kadang pikiranku membaik sesaat tapi tak lama kemudian hal yang aku benci datang kembali. Entah harus bagaimana berdamai dengan keresehan ini. Berkali-kali aku mencoba bangkit namun berkali-kali juga aku gagal. Sampai saat ini entah beberapa kali aku gagal, aku hanya saja tidak sanggup untuk mengutarakan apa yang aku rasakan jangankan begitu untuk berbicara pun aku malas sebab ada hal-hal yang selalu menghambatku terlepas dari egoku.
Aku sedih melihat diriku, aku hanya rindu aku yang baik-baik saja. Dalam otak ku selalu saja ada hal yang perlu aku selesaikan terkadang diamku saja aku selalu menganggap itu masalah karena menyia-nyiakan waktu.
Kadang manusia hanya perlu validasi “Gapapa” dibanding bertanya “Kenapa?”,
Kadang manusia hanya perlu “Didengar” tanpa harus diberi “Saran”,
Kadang manusia hanya perlu “Menangis” tanpa menjelaskan mengapa dia “Menangis”.
Aku tidak bisa memaksakan apapun
Aku tidak bisa meminta apapun
Terlebih meminta seseorang untuk bisa selalu hadir dalam resah ku. Terkadang bisa berbincang dengan orang lain adalah kebahagiaan sederhana. Namun kerap kali aku selalu takut, pikiran negatif ku selalu muncul bahwa manusia bisa saja menyakiti. Tentang sakit sendiri aku sudah lelah akan hal itu.
Tidak bisa mengungkapkan perasaan kok bisa menulis begini dengan berlatar cerita cenderung sedih? Iya karena perasaan manusia jauh lebih kompleks daripada kata-kata. Aku tidak akan menjual penderitaan tapi apakah aku tidak layak untuk menenangkan pikiran ku? Setidaknya dengan cara seperti ini aku mencoba memahami perasaanku sendiri.
Dengan menulis kadang aku bisa lupa dengan apa yang kurasakan. Terkadang aku hanya fokus pada diksi-diksi yang menggambarkan setidaknya seperti apa perasaanku.
Aku mencoba menarik nafas dengan harapan sesak yang ada di dada ku sedikit berkurang. Aku harap aku bisa melawati fase ini dengan pemahaman yang setidaknya bisa menghasilkan sedikit solusi.
Untuk kamu yang sama seperti ku, kita coba pelan-pelan ya?
Banyak keresahan dalam hatiku yang tak bisa diungkapkan oleh kata. Lelah juga untuk menjelaskan bahwa diri ini sedang tidak baik-baik saja.
Aku menemukan titik lelah itu saat aku mencoba mengisolasi diri dari kehidupan ku. Bukan menghindar tetapi hanya butuh ruang untuk sendiri walaupun hanya meratapi. Lelah rasanya terlihat baik-baik saja namun kenyataannya tidak begitu.
Pertanyaan-pertanyaan kerap kali muncul dalam otak ku untuk hanya sekedar ingin tahu. Aku salah apa? Ko hidup ku begitu? Kenapa sih kaya gak adil? Kapan ya aku bahagia? Kapan ya aku ngerasa kaya dulu? Orang-orang gasuka sama aku apa ya?
Iya pertanyaan yang jawabannya gak mesti sekarang. Belum lagi kalau bersangkutan dengan seseorang rasanya lebih rumit dari ini. Demi memenuhi pertanyaanku kerap kali aku mencari tahu yang seharusnya lebih baik jika saya tidak tahu karena realitanya akan jauh lebih menyakitkan jika ku ketahui saat ini.
Sebenarnya aku hanya ingin pulih. Pulih dari rasa cemas dan duka. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana? Ya aku tahu bahwa aku bukan satu-satunya orang yang merasakan hal seperti ini bahkan beberapa daripadanya jauh lebih tragis dari yang aku alami. Tapi kenyataannya hal buruk tetaplah hal buruk yang tidak bisa kita hindari. Pengalaman yang menyakitkan, kejadian yang melelahkan, batin yang terluka atau hati yang dikhianati adalah hal-hal yang sulit diterima otak kita.
Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Aku kerahkan energi ku dengan melakukan hal-hal positif tapi malah aku sendiri yang lelah. Bukan lelah mencoba memperbaiki namun lelah untuk merasa dikeadaan yang sama.
Tiap malam aku merenung memikirkan hal yang sama yang akupun tak tahu apa yang aku pikirkan. Terkadang pikiran ini terlalu riuh akan kamuflase pikiranku sendiri. Mungkin sebagian orang akan menyangkal bahwa ini adalah hal biasa dan memberi saran untuk lebih dekat pada Tuhan, nyatanya manusia itu makhluk yang rumit yang di dalamnya terdiri dari berjuta-juta sel dan hormon yang bila diartikan berdoa saja tidak cukup. Karena setiap doa harus dibarengi dengan usaha.
Kadang pikiranku membaik sesaat tapi tak lama kemudian hal yang aku benci datang kembali. Entah harus bagaimana berdamai dengan keresehan ini. Berkali-kali aku mencoba bangkit namun berkali-kali juga aku gagal. Sampai saat ini entah beberapa kali aku gagal, aku hanya saja tidak sanggup untuk mengutarakan apa yang aku rasakan jangankan begitu untuk berbicara pun aku malas sebab ada hal-hal yang selalu menghambatku terlepas dari egoku.
Aku sedih melihat diriku, aku hanya rindu aku yang baik-baik saja. Dalam otak ku selalu saja ada hal yang perlu aku selesaikan terkadang diamku saja aku selalu menganggap itu masalah karena menyia-nyiakan waktu.
Kadang manusia hanya perlu validasi “Gapapa” dibanding bertanya “Kenapa?”,
Kadang manusia hanya perlu “Didengar” tanpa harus diberi “Saran”,
Kadang manusia hanya perlu “Menangis” tanpa menjelaskan mengapa dia “Menangis”.
Aku tidak bisa memaksakan apapun
Aku tidak bisa meminta apapun
Terlebih meminta seseorang untuk bisa selalu hadir dalam resah ku. Terkadang bisa berbincang dengan orang lain adalah kebahagiaan sederhana. Namun kerap kali aku selalu takut, pikiran negatif ku selalu muncul bahwa manusia bisa saja menyakiti. Tentang sakit sendiri aku sudah lelah akan hal itu.
Tidak bisa mengungkapkan perasaan kok bisa menulis begini dengan berlatar cerita cenderung sedih? Iya karena perasaan manusia jauh lebih kompleks daripada kata-kata. Aku tidak akan menjual penderitaan tapi apakah aku tidak layak untuk menenangkan pikiran ku? Setidaknya dengan cara seperti ini aku mencoba memahami perasaanku sendiri.
Dengan menulis kadang aku bisa lupa dengan apa yang kurasakan. Terkadang aku hanya fokus pada diksi-diksi yang menggambarkan setidaknya seperti apa perasaanku.
Aku mencoba menarik nafas dengan harapan sesak yang ada di dada ku sedikit berkurang. Aku harap aku bisa melawati fase ini dengan pemahaman yang setidaknya bisa menghasilkan sedikit solusi.
Untuk kamu yang sama seperti ku, kita coba pelan-pelan ya?
Bandung, 26 Juni 2020
Sincerely,
FY.
Komentar
Posting Komentar